Tiba- tiba ingat 2 Kutipan "Mario Teguh" favorite saya,
" menikahlah disaat anda sedang jatuh cinta"
dan
" tuntutlah yang terbaik dari calon pasangan anda, dan jangan terima apa adanya, kalau lah sudah menikah, barulah anda terlanjur harus menerima apa adanya"
(kurang lebih seperti itulah)
Saran untuk menikah disaat sedang jatuh cinta, memang sedikit riskan, mengingat orang yang sedang jatuh cinta terkadang menomorduakan logikanya,
tapi tentulah bukan itu maksud kutipan itu, cukup jelas bagi saya kalau kutipan itu dibangun dengan berbagai asumsi, misalnya:
Yang Jatuh cinta itu adalah orang yang ketika ia jatuh cinta ia tidak hanya mendasarkannya atas perasaan indah semata, namun ia selalu melibatkan dan menanyakan logikanya.
kalau yang ditanya itu saya, kurang lebih jawabnya, spt ini
" Logika jatuh cinta saya dibangun dengan dimensi Dunia Akhirat" THAT'S IT, saat melihat dia, saya seolah2 jadi cenayang yang sedang melihat masa depan, tentang bagaimana dia Membimbing saya jadi pribadi yang lebih baik,... Bagaimana dia memantaskan dirinya untuk dengan ikhlas dipatuhi, dan ....Bagaimana dia bersikap menghadapi masalah kami berdua.
Nah! saat seseorang telah memiliki konsep yang mantap mengenai masa depan, disaat itulah menurut saya Kutipan Pertama diatas berlaku.
Ibaratnya kurva yang didalamnya terdapat gejala Pertumbuhan, Stabil/ stagnansi, dan penurunan, menikah disaat anda tepat jatuh cinta dan berbunga-bunga, akan mempertahankan posisi cinta di fase "pertumbuhan" dlm jangka waktu yg lebih lama, Masalah fase Stabil/ stagnansi atau bahkan penurunan "mungkin" secara alamiah dapat terjadi, namun itu semua tergantung lagi dengan kualitas niat menikah anda. (WANNA HAPPY EVER AFTER UNTIL THE END OF THE TIME?) Luruskan niat.
Untuk kutipan yang kedua
"tuntutlah yang terbaik dari calon pasangan anda, dan jangan terima apa adanya, kalau lah sudah menikah, barulah anda terlanjur harus menerima apa adanya"
Setuju deh dengan kutipan diatas, menuntut yang terbaik sj masih berpotensi untuk menurun kualitasnya, apalagi tidak menuntut sama sekali, MENYESAL GAK ENAK, BUUUU'!
menurut saya "APA ADANYA" harus punya standar sendiri,
Misalnya, dari segi Finansial,
saya menerima "dia" apa adanya, (standar "apa adanya" yang wajar dan normal harus ditetapkan, Minimal dia punya pekerjaan dan bisa memenuhi kebutuhan kluarganya (yg tdk hedonis) nanti)) masalah apakah nanti dia bisa menghadiahkan Fortuner dan diakhir tahun rutin ngajak jalan2 kluar kota , saya tidak akan menuntut itu, karena saya telah menerima dia "apa adanya"
Wajahnya juga tidak perlu secakep MOdel CALVIN KLEIN (krn yg kaya' gitu ga mungkin ngliirik kita cchint"..)
yang penting punya senyum manis (minimal klo senyum) , the rest.......sy terima dia apa adanya.
n 4 overall, yg terpenting dia bisa Menjadi IMAM (Catatan: kualifikasi kaya dan Cakep...ga bakal ada apa-apanya (kalau bagi saya), tanpa disertai kualifikasi yang satu ini.
TERIMAKASIH